Bahasa Jawa di Suriname: Fenomena Linguistik yang Menarik di Tengah Benua Amerika

|

10 Views
Bahasa Jawa di Suriname: Fenomena Linguistik yang Menarik

Edukasicampus.com- Bahasa Jawa di Suriname sering menjadi pertanyaan, bagaimana bisa di negara di benua Amerika tersebut, bisa ada bahasa Jawa yang dipakai untuk berkomunikasi.

Tidak hanya bahasa Jawa saja, ternyata budaya Jawa juga ditemukan di Suriname sebagai tradisi warisan yang masih dilakukan hingga saat ini. 

Bagaimana caranya penduduk negara yang jauh di Benua Amerika bisa fasih berbicara Jawa dan mewarisi budaya Jawa? Yuk, lihat penjelasannya.

Beberapa Fakta Seputar Bahasa Jawa di Suriname: Sejarah dan Tradisi Jawa

    Berikut adalah fakta-fakta menarik seputar eksistensi bahasa Jawa di Suriname. Mulai dari sejarah kedatangan orang Jawa di Suriname, hingga tantangan yang dihadapi dalam melestarikan bahasa Jawa di era modern

    1. Penduduk Suriname Punya Kaitan Erat dengan Orang Jawa di Indonesia

    Berawal dari tahun 1890 hingga 1939, ada 33.000 orang Jawa yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Suriname sebagai pekerja kontrak. Kemudian, terjadi gelombang kembalinya penduduk negara asing ke negara asalnya. 

    Para pekerja dari Pulau Jawa ini, ada yang kembali ke Indonesia dan ada yang menetap di Suriname. Jumlah orang Jawa yang menetap di Suriname terus berkembang. Hingga saat ini ada sekitar 15 persen penduduk etnis Jawa yang tinggal di Suriname.

    2.  Penggunaan Bahasa Jawa di Negara Suriname

    Bahasa Jawa masih digunakan secara aktif oleh orang-orang keturunan Jawa pada generasi orang-orang tua di Suriname.

    Dalam percakapan sehari-hari, mereka memakai bahasa Jawa ngoko yaitu salah satu tingkatan bahasa Jawa yang biasanya dipakai untuk berbicara dengan teman sebaya, orang yang lebih muda, dan orang yang sudah akrab. 

    Sebaliknya, generasi muda hanya mengerti saat mendengar bahasa Jawa yang dikatakan, tetapi tidak bisa berbicara dengan fasih. Hal ini menjadi penyebab penurunan jumlah penutur bahasa Jawa di Suriname.

    Di Suriname, bahasa Jawa tidak diajarkan di sekolah-sekolah melainkan bahasa Belanda. Bahasa Jawa hanya digunakan di rumah masing-masing seperti berkomunikasi dengan orang tua atau dengan teman-teman. 

    Dalam komunikasi sehari-hari, orang Suriname menggunakan bahasa campuran karena etnis yang ada di Suriname tidak hanya orang keturunan Jawa tetapi juga ada orang keturunan Tionghoa, Afrika, dan India.

    Orang keturunan Jawa di Suriname biasanya mempunyai nama belakang atau nama keluarga khas Jawa yang diturunkan oleh generasi awal kepada anak dan cucu mereka.

    3.  Kebudayaan Jawa di Suriname yang Masih Dilakukan Hingga Saat Ini

    Kebudayaan Jawa di Suriname yang masih dijumpai hingga hari ini adalah slametan. Selain slametan, kebudayaan yang terus berkembang kuat terlihat dari kuliner khas Jawa yang semakin populer di Suriname. 

    Dilansir dari BBC, di Pasar Saoenah atau Pasar Jawa ada berbagai makanan layaknya di Pulau Jawa yang dijual di sini. Contohnya seperti saotoajam (sangat mirip dengan soto ayam), babat goreng, sate ayam, berbagai macam sambal, dawet (es cendol), dadar gulung, nasi (nasi goreng), pisang goreng dan lainnya. 

    Makanan ini tidak hanya disukai oleh orang Jawa tetapi etnis lain di Suriname, bahkan orang dari luar negeri juga menyukainya.

    4. Penurunan Jumlah Pengguna Bahasa Jawa di Suriname

    Ditemukan ketimpangan antara kepopuleran makanan Jawa dengan penurunan pengguna bahasa Jawa di Suriname. Penyebabnya adalah generasi muda keturunan Jawa di Suriname yang tidak bisa berbicara bahasa Jawa.

    Mereka hanya menggunakan bahasa Jawa saat orang tua atau kakek dan nenek mereka mengajak mereka berbicara di dalam rumah. Selebihnya, mereka tidak terbiasa menggunakannya. 

    Salah satu hal yang dilakukan sebagai cara untuk melestarikan bahasa Jawa di Suriname adalah pelatihan yang diadakan oleh KBRI di sana.

    Dilansir dari BBC, selain pelatihan bahasa, ada juga usaha pelestarian melalui siaran radio yang menggunakan bahasa Jawa dalam menyampaikan informasi-informasi selama 24 jam dan mempopulerkan lagu-lagu pop dengan lirik bahasa Jawa. 

    Tujuan utamanya tentu untuk generasi muda agar tertarik dan terbiasa dengan bahasa Jawa. Inisiatif KBRI dan berbagai pihak lainnya adalah contoh nyata bagaimana upaya kolektif dapat memberikan kontribusi besar dalam menjaga keberlangsungan sebuah bahasa dan budaya.

    Semoga warisan budaya ini terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat Suriname, menjadi jembatan antara generasi dan pengingat akan akar leluhur mereka.

    Baca Juga: Mengenal Action Bias: Fenomena Bergerak Asal Gerak

    Penulis: Oktavia Lutfiana

    Editor: Muhammad Rohman

    Muhammad Rohman Avatar

    Artikel Menarik Lainnya

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *